Sabtu, 24 November 2007

SUKACITA DALAM MEMBANGUN DAN MEMPERLENGKAPI RUMAH TUHAN

Dasar: 1Raja-raja 8:1-13

BEBERAPA hari yang lalu, saya bermimpi tentang GKI Samanhudi. Tepatnya, tentang bangunan GKI Samanhudi yang lama. Dalam mimpi saya itu, saya masuk ke halaman gereja dan saya mendapati pohon-pohon sedang menggugurkan daun-daunnya. Pada waktu menyaksikan itu, saya merasa, seolah-olah pohon-pohon itu sedang berpamitan, menyampaikan perpisahan yang terakhir. Ketika saya tengok salah satu pohon yang tampak sangat sedih, tiba-tiba dari atas langit, menetes air dingin jatuh mengenai muka saya. Saya terkejut. Sangat terkejut. Sampai-sampai saya terbangun dari tidur. Ternyata cuma mimpi. Tapi muka saya memang benar-benar kena tetesan air dingin, air dingin dari AC kamar yang tepat di atas kepala.

Mimpi saya tentang bangunan GKI Samanhudi yang lama, barangkali dipicu karena sebelumnya saya merasa takjub dengan bangunan GKI Samanhudi yang baru. Takjub, karena tidak terasa proses pembangunannya sudah menghasilkan bangunan yang megah. Saya jadi teringat dengan apa yang pernah dikatakan Pdt. Simon Stevi pada Malam Seri Pentakosta 2007: “GKI Samanhudi sekarang benar-benar tampil ke muka. Sebelumnya bersembunyi di balik pohon-pohon, sehingga orang belum tentu tahu, ini adalah gereja. Nah, sekarang bener-bener nongol, dan orang pasti tahu, ini adalah gereja.”

Kalau proses pembangunan gereja dapat berlangsung sampai sekarang ini, maka kita patut bersyukur kepada Allah oleh karena berkat-Nya. Seperti janji firman-Nya, “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.” Allah turut bekerja dalam proses pembangunan gereja kita. Dialah yang memberi kekuatan dan kesabaran bagi Panitia Pembangunan. Dialah juga yang menggerakkan semua kita untuk ikut ambil bagian.

Satu hal yang patut kita syukuri juga, proses pembelian lahan sebelah gereja sudah berlangsung dengan baik. Sebagaimana kita ketahui, untuk pengembangan sarana GKI Samanhudi, dengan iman, kita membeli lahan sebelah gereja. Belum lama proses pengosongan lahan dilakukan. Kita bersyukur semua itu terlaksana dengan damai. Selanjutnya secara bertahap, kita akan benahi lahan sebelah gereja kita, sehingga pengembangan GKI Samanhudi ini benar-benar menjadi nyata.

Kita tentu rindu dengan pembangunan dan pengembangan gereja, kemuliaan TUHAN sungguh-sungguh kita rasakan. Kita membangun dan mengembangkan gereja tentu untuk kemuliaan TUHAN. Bukan untuk kemuliaan Majelis Jemaat, para penatua, Panitia Pembangunan, atau warga GKI Samanhudi. Tapi kita rindu, semua ini untuk kemuliaan TUHAN!

Kerinduan untuk kemuliaan TUHAN, itulah juga yang melatarbelakangi raja Salomo dan bangsa Israel melakukan pembangunan rumah TUHAN atau bait suci di Yerusalem. Salomo dan semua orang Israel rindu: kemuliaan TUHAN hadir dan dapat dirasakan melalui pembangunan bait suci. Pada akhirnya kerinduan mereka terpenuhi manakala bait suci selesai dibangun dan ditahbiskan. 1Raja-raja 8:1-13 mengisahkan upacara penahbisan atau peresmian rumah TUHAN itu. Kalau pada zaman sekarang, peresmian biasanya dilakukan dengan pengguntingan pita. Nah, pada zaman raja Salomo, peresmian dilakukan dengan cara arak-arakan barang-barang kudus rumah TUHAN, seperti: tabut TUHAN yang berisi dua loh batu Musa, dan Kemah Pertemuan (ayat 4: “Mereka mengangkut tabut TUHAN dan Kemah Pertemuan dan segala barang kudus yang ada dalam kemah itu; semua itu diangkut oleh imam-imam dan orang-orang Lewi.”). Selain arak-arakan, yang menjadi bagian acara peresmian bait suci adalah berupa pemberian persembahan korban yang lebih dari biasanya (ayat 5: “Tetapi raja Salomo dan segenap umat Israel yang sudah berkumpul di hadapannya, berdiri bersama-sama dengan dia di depan tabut itu, dan mempersembahkan kambing domba dan lembu sapi yang tidak terhitung dan tidak terbilang banyaknya.”). Setelah semua itu dilakukan, maka kemuliaan TUHAN memenuhi bait suci (ayat 10-11: “Ketika imam-imam keluar dari tempat kudus, datanglah awan memenuhi rumah TUHAN, sehingga imam-imam tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan TUHAN memenuhi rumah TUHAN.”) Jadi jelas, kerinduan raja Salomo dan semua orang Israel terpenuhi. Pada akhirnya, kemuliaan TUHAN hadir memenuhi rumah TUHAN.

Namun, kalau kita perhatikan firman TUHAN kepada Salomo pada saat proses pembangunan itu berlangsung, maka kita akan tahu bahwa kemuliaan TUHAN hadir tidak hanya karena pembangunan bait suci, tapi lebih karena sikap hidup umat-Nya. Mari kita baca 1Raja-raja 6:11-13: “Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Salomo demikian: Mengenai rumah TUHAN yang sedang kaudirikan ini, jika engkau hidup menurut segala ketetapan-Ku dan melakukan segala peraturan-Ku dan tetap mengikuti segala perintah-Ku dan tidak menyimpang dari padanya, maka Aku akan menepati janji-Ku kepadamu yang telah Kufirmankan kepada Daud, ayahmu, yakni bahwa Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan tidak hendak meninggalkan umat-Ku Israel.” Jelas firman TUHAN ini menegaskan pentingnya sikap hidup umat, selain pembangunan rumah TUHAN, kalau ingin kemuliaan TUHAN tetap nyata dan dirasakan. Oleh karena itu, seiring pembangunan dan pengembangan fisik gereja, gereja seharusnya juga melakukan pembangunan dan pengembangan warga jemaat. Bukan hanya gedung atau sarana fisik yang dibangun dan dikembangkan gereja, tapi juga sikap hidup warga gereja di tengah arus zaman sekarang ini patut menjadi perhatian gereja. Untuk apa gedung dan sarana fisik gereja lengkap, kalau sikap hidup umatnya tidak berkenan di hadapan TUHAN?

Mark Shaw, seorang misionaris Africa Inland Mission, menceritakan, pada tahun 1990an, di pinggiran kota Washington, terdapat dua bangunan yang berdiri berdampingan. Bangunan yang satu adalah sebuah gereja lokal modern, lengkap dengan puncak menaranya yang bertaburkan cahaya, halaman rumputnya terawat rapi, serta para anggota jemaatnya kaya raya. Sementara bangunan yang satu lagi adalah gedung bekas kantor pemadam kebakaran yang kemudian diubah menjadi sebuah tempat berteduh bagi kaum tunawisma. Para tunawisma ini mendapat pelayanan dari sebuah gereja lain, bukan dari gereja lokal sebelahnya. Gereja lokal yang mapan tadi malah sama sekali tidak mau kalau di gedung bekas kantor pemadam kebakaran itu berlangsung kegiatan. Gereja lokal menolak karena orang-orang di samping gereja mereka itu tidak jelas asal-usulnya.

Pada hari Minggu, kata Mark Shaw, di gereja lokal kita akan menjumpai wajah-wajah yang berhiaskan senyum, saling beramah-tamah, dan dengan tertib mendengarkan khotbah. Sementara di gedung bekas kantor pemadam kebakaran, kita akan menemukan sejumlah orang yang baru bercukur duduk membentuk lingkaran dan sedang melakukan Pendalaman Alkitab yang membahas kehidupan baru di dalam Kristus. Menurut penilaian Mark Shaw, gereja lokal sebenarnya sedang berupaya memenuhi kebutuhan sosial anggota gerejanya, sedangkan gedung bekas kantor pemadam kebakaran sedang berupaya mengubah kehidupan anggotanya. Gereja lokal berfungsi sebagai tempat beraktivitas belaka, sedangkan gedung bekas kantor pemadam kebakaran menjadi gerbang hidup yang baru. Gereja lokal menawarkan kekristenan sekuler yang dikemas dalam sebuah gedung yang tampak religius. Sebaliknya gedung bekas kantor pemadam kebakaran menawarkan kekristenan sejati yang diselenggarakan dalam sebuah gedung yang tampak sekuler.

Cerita Mark Shaw tadi sebenarnya mau menyatakan dua tipe pembangunan gereja. Tipe yang pertama, yakni gereja lokal, melakukan pembangunan fisik. Yang satu lagi, gereja di gedung bekas kantor pemadam kebakaran, melakukan pembangunan warga jemaatnya. Alangkah indahnya kalau kedua tipe kita lakukan: pembangunan sarana fisik dan juga pembangunan warga jemaatnya. Itulah yang diharapkan TUHAN kepada Salomo dan juga kepada kita.

Namun, siapa yang melaksanakan proses pembangunan gereja seperti itu? Jawabannya adalah kita semua. Efesus 4:11-12 menuliskan: “Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus.” Kita semua, saya dan Anda, mempunyai peranan yang berarti bagi pembangunan dan pengembangan gereja ini. Jangan cuma menonton. Mari kita mainkan peranan kita masing-masing dalam pembangunan tubuh Kristus ini. Kalau itu terjadi, maka orang di sekitar kita akan merasakan, ini baru bener-bener gereja. Nongol secara fisik, nongol juga melalui sikap hidup warga jemaatnya. Demikianlah gereja menjadi berkat bagi kehidupan sekitarnya. Jika ini semua kita wujudkan, maka kemuliaan TUHAN akan memenuhi rumah TUHAN dan kehidupan kita, sampai selama-lamanya. Amin.

GKI Samanhudi, 07 Agustus 05
HMS

Tidak ada komentar: